Senin, 20 Juli 2009

cacing dan kegunaannya

Cacing dan Kegunaannya



Hewan tidak bertulang belakang ini (Invertebrates) telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala lagi. Ia digunakan bukan sahaja untuk umpan memancing, tetapi digunakan di dalam bidang perubatan untuk menyembuhkan pelbagai penyakit dan merperbaiki suara agar lebih halus oleh nenek moyang kita dahulu. Kini, dengan wujudnya penerokaan di dalam bidang bioteknologi, haiwan ini menjadi tumpuan untuk dijadikan pelbagai produk pertanian dan perubatan yang boleh digunakan oleh manusia.

Di negara-negara luar seperti Australia, Jepun, Taiwan dan China, mereka telah meneroka jauh bidang penternakan dan penghasilan produk berasaskan cacing. Di Malaysia, industri/bidang ini masih baru dan ianya mempunyai potensi yang tinggi untuk dibangunkan.

Kegunaan Cacing:

1. Agen penyubur tanah
Cacing menembusi tanah, secara tidak lansung memberi ruang pengudaraan yang baik kepada tanah. Seterusnya hasil kotoran cacing mempunyai zat yang membantu menyuburkan tanah.

2. Memelihara dan memperbaiki struktur tanah

3. Pemusnah sampah organik
Cacing boleh menjadi pengurai yang baik kepada sampah organik. Hasil kotoran cacing akan dijadikan baja kepada tanam-tanaman.

4. Bahan makanan kepada haiwan ternakan lain
Cacing dijadikan bahan makanan kepada ikan, ayam, burung dan lain-lain dalam bentuk pallet.

5. Produk ubat-ubatan & kecantikan
Cacing kini diekstrak dan diformulakan untuk dijadikan ubat-ubatan dan barangan kosmetik.

6. Makanan kepada manusia
Di negara luar seperti Filipina, cacing dijadikan makanan di dalam beberapa jenis masakan kegemaran mereka.
Cacing Tanah, Indikator Kesuburan Tanah


Cacing tanah (Lumbricus rubellus) sering disebut “perut bumi” karena semua mikroorganisme menguntungkan ada di perut cacing tanah. Karenanya, cacing tanah berperan penting dalam mempercepat proses pelapukan bahan organik sisa. Dengan kemampuannya memakan bahan organik seberat badannya sendiri setiap 24 jam, cacing tanah mampu mengubah semua bentuk bahan organik menjadi tanah subur. Kemampuan inilah yang dimanfaatkan petani untuk memperbaiki kesuburan lahan pertaniannya.

Kisah Kecil Mengenal Cacing Tanah
Sejak kecil (tahun 1969-an) penulis sudah tertarik memperhatikan kehidupan cacing tanah sembari melakukan aktivitas harian seperti membuang sampah dan menggembala bebek. Cacing tanah hidup di sawah, tegalan, pinggiran sungai, timbunan sampah, atau di tempat pembuangan sisa-sisa makanan dari dapur. Pendeknya, di tempat yang bahan organiknya tinggi. Saat itu penulis sangat terkesan melihat bahwa di mana ada cacing tanah, di sana tanahnya subur (gembur dan berwarna gelap), tanaman tumbuh sehat, hewan pemakan cacing tanah yang hidup di sekitarnya seperti bebek, tikus, kodok, burung, dan ayam juga terlihat sehat. Bahkan persentase bertelurnya bebek waktu itu sangat tinggi.

Kondisi ini mengalami perubahan semenjak peralihan sistem pertanian dari tradisional ke konvensional. Penggunaan bahan kimia sintetis dalam pertanian sejak tahun ‘70-an memulai masa “pembantaian” cacing tanah. Penulis menyaksikan ketika pupuk urea ditebar, cacing tanah menggelepar-gelepar ke pinggir untuk menyelamatkan diri tetapi tidak sampai di pinggir sudah mati. Cacing tanah sangat sensitif terhadap bahan kimia. Sehingga cacing tanahlah yang paling awal lenyap dari dalam tanah dan selanjutnya diikuti oleh hilangnya kehidupan lain di dalam tanah.

Dampak buruk pun perlahan-lahan mulai penulis alami. Yang paling terasa kala itu adalah daya bertelur bebek menurun, terputusnya beberapa rantai makanan, rusaknya kesuburan tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, perubahan ekosistem, dan terakhir—yang masih terasa hingga kini—adalah menurunnya kesehatan tanaman, hewan, dan manusia.

Berburu Cacing Tanah
Pengalaman masa kecil membuat penulis memutuskan untuk mengkaji cacing tanah dalam semua aspek kehidupan di bumi, baik pada tanaman, hewan, maupun manusia. Tahun 1982 penulis mulai meneliti, cacing mana yang aktif menyuburkan tanah. Tahun 1990 diperoleh hasil: cacing tanah jenis Lumbricus rubellus yang mau hidup di pupuk kandang sapi. Pengkajian lalu difokuskan pada cacing ini dan pada tahun 1993 penulis berhasil mengembangkan pupuk dari kotoran cacing dan tanah bekas tempat cacing, yang lantas disebut pupuk organik kascing. Kualitas pupuk organik kascing tidak kalah dengan pupuk kimia. Dengan hasil ini, penulis mulai mencoba pupuk kascing pada tanaman bawang putih varietas lokal dan hasilnya sangat memuaskan.

Cacing tanah dapat hidup baik pada tingkat keasaman (pH) 6—7,2, kelembaban 12,5—17,5 persen, dan suhu 15—31oC. Cacing tanah berfungsi menyebarkan kembali zat-zat organik dalam tanah dengan cara mengonsumsi, memecahnya, dan mengeluarkannya kembali. Kebanyakan materi yang dicerna cacing tanah tidak dapat dipecahkan, dan sebagian besar dikeluarkan kembali tanpa dicerna. Bagian makanan yang tidak dapat dicerna cacing akan dikeluarkan melewati usus menuju dubur sebagai kotoran cacing yang banyak mengandung nitrogen. Beberapa mikroorganisme dari saluran pencernaan cacing keluar bersama kotoran cacing untuk meningkatkan proses penguraian di dalam tanah. Selanjutnya, mikroba akan mengubah kotoran cacing tanah menjadi humus yang kaya zat hara yang bisa diserap akar tanaman. Bakteri tanah dan mikroorganisme tanah berperanan dalam mencerna makanan cacing, dan memperoleh keuntungan dari kotoran cacing.

Aktivitas cacing tanah ini secara konstan dapat meningkatkan pH pada tanah asam. Ini karena, cacing dapat mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) atau dolomit pada lapisan di bawah permukaan tanah. Cacing juga dapat menurunkan pH pada tanah yang berkadar garam tinggi.

Selain perbaikan sifat kimia dan biologi tanah, pemberian kascing pada tanah dapat memperbaiki kondisi fisik tanah. Cacing mampu menggali lubang di sekitar permukaan tanah sampai kedalaman dua meter dan aktivitasnya meningkatkan kadar oksigen tanah sampai 30 persen, memperbesar pori-pori tanah, memudahkan pergerakan akar tanaman, serta meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air. Zat-zat organik dan fraksi liat yang dihasilkan cacing bisa memperbaiki daya ikat antar partikel tanah sehingga menekan terjadinya proses pengikisan/erosi hingga 40 persen.

Lumbricus rubellus, Pabrik Pupuk Alami
Populasi cacing tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik, terutama pupuk kandang sapi sebagai pupuk yang mengandung unsur-unsur hara yang lebih baik dan lengkap dibandingkan pupuk kandang jenis lain (misalnya pupuk dari kotoran ayam). Pengamatan di lapangan tahun 1997 menunjukkan bahwa tidak terdapat cacing tanah pada lahan yang terus menerus diberi pupuk kandang ayam disertai penggunaan pestisida. Berdasarkan hasil penelitian, populasi cacing pada tanah dengan pupuk kandang adalah 1 juta ekor per 100 m2. Sedangkan pada tanah tanpa pupuk kandang hanya 13 ribu ekor per 100 m2 (Russel, 1950 dalam Buckman dan Brady, 1982).

Masih berdasarkan hasil penelitian, pencampuran kascing pada pupuk kandang juga meningkatkan kualitas pupuk, sehingga lebih efektif memperbaiki kesuburan kimia dan biologis tanah. Ini pada akhirnya akan meningkatkan produksi tanaman budi daya. Tabel 1 menunjukan bahwa pemberian kascing sangat meningkatkan produksi tanaman sayuran.

Hasil Penelitian Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana tahun 2006 di Sawah Subak Guama, Tabanan, juga menunjukkan perubahan beberapa sifat kimia tanah pada pemberian pertama kali pupuk kascing dibandingkan dengan pupuk NPK. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pemberian pupuk kascing dapat meningkatkan kesuburan kimia tanah. Sebaliknya pemberian pupuk kimia (NPK) ternyata menurunkan kesuburan kimia tanah. Awalnya pH tanah adalah 6,53. Pada pemberian 100 persen NPK dan 0 persen kascing, pH tanah hanya 6,5. Sedangkan pada pemberian 100 persen kascing dan 0 persen NPK, pH tanah meningkat menjadi 6,87, kondisi yang lebih baik untuk pertanian.

Hasil penelitian ini makin membuktikan bahwa kascing mampu memastikan tersedianya tanah subur bagi tempat tumbuhnya tanaman dengan sehat dan produktif dibanding pupuk kimia. Jadi pantaslah cacing tanah disebut sebagai “pabrik pupuk alami”.

Tanah Subur Menjadikan Tanaman Sehat
Setelah menerapkan di lahan sendiri, penulis mencoba menyebarkan hasil penelitian kascing ke petani Bali. Awalnya sangat sulit meyakinkan petani tentang kebaikan pupuk organik kascing. Petani harus mencoba sendiri di lahan baru bisa yakin. Butuh waktu 3—4 tahun hingga akhirnya para petani lebih memilih pupuk organik kascing. Ini karena mereka telah membuktikan sendiri bahwa kascing mampu mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan hasil panen, baik secara kualitas maupun kuantitas. Seperti yang diungkapkan Bapak Kanten (31 tahun), bahwa kascing sangat membantu perbaikan lahan sayurnya yang sudah sangat kritis karena pestisida. Petani di desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng ini telah menggunakan dan membuat pupuk kascing sendiri sejak pertengahan tahun 2006. Hasilnya, lahan seluas 5000 m2 miliknya menjadi subur dengan tingkat produksi—kualitas maupun kuantitas—yang lebih baik daripada menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Karena penggunaan kascing pula kini tanaman di kebunnya—seperti selada, tomat, wortel, paprika dan stroberi—terasa lebih enak ketika dikonsumsi.

Sejauh ini pemanfaatan kascing untuk menyuburkan tanah telah mendapatkan hasil positif, baik dalam skala penelitian maupun pemanfaatan dan dampaknya bagi usaha tani. Pengalaman menggunakan pupuk kascing menjadi bukti bahwa tanah yang subur menjadi kunci budi daya yang produktif dan sehat. Hingga saat ini pupuk organik kascing telah disebarluaskan dan dimanfaatkan di seluruh Bali, bahkan hingga ke luar Bali. Di sinilah arti penting bahwa upaya transfer pengetahuan atau teknologi lebih berharga untuk petani daripada sekadar subsidi pupuk yang cenderung membuat petani tidak mandiri.

Pengalaman pengembangan pupuk organik kascing telah memberikan pembelajaran bahwa sistem pertanian modern yang sarat dengan bibit unggul dan bahan kimia telah menyebabkan kita melupakan penggunaan bahan organik, yang kemudian berakibat sangat fatal terhadap kesehatan semua kehidupan yang ada di muka bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar